Penyabunan
adalah proses pemutusan lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya
alkali. Bilangan penyabunan merupakan jumlah basa yang diperlukan untuk
menyabunkan sejumlah lemak atau minyak, dinyatakan sebagai miligram KOH yang
dibutuhan untuk menyabunkan 1 gram sampel. Bilangan penyabunan merupakan indeks
rata-rata berat molekul triasilgliserol dalam sampel. Semakin kecil bilangan
saponifikasi, semakin panjang rata-rata rantai asamlemak.
Angka
Penyabunan dapat dilakukan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak
secara kasar. Minyak yang disusun asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul
relative kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya,
minyak dengan berat molekul yang besar mempunyai angka penyabunan relative
kecil.
Angka penyabunan dinyatakan sebagai
banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram (1 gram) lemak atau
minyak.Alcohol yang
ada pada KOH berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisa agar
mempermudah reaksi dengan basa sehingga membentuk sabun.
Alat :
-Erlenmeyer 250 ml
-Pipet volume 25 ml
-Buret 50 ml
-kondensor
-spirtus
- timbangan teknis dan analitis
- beacker glass 50 ml
Bahan :
-Minyak kelapa (sampel)
-KOH-Alkohol 0,5N
-HCL 0,5N
-Indicator PP
-MR
-Na2CO3
Prosedur :
Larutan
alkoholik kalium hidroksida berlebih ditambahkan ke dalam sampel dan larutan
dipanaskan
untuk menyabunkan lemak. KOH yang tidak bereaksi dititrasi dengan HCl standar
menggunakan indikator fenol ftalein, dan bilangan penyabunan dihitung dengan persamaan
:
Analisa
Kuantitatif adalah analisa yang berkaitan dengan berapa banyak suatu zat
tertentu yang terkandung dalam suatu sample. Zat yang ditetapkan tersebut yang
sering kali dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun entah sebagian
kecil atau besar sample yang dianalisis (Underwood, 1999).
Analisa
kuantitatif merupakan pemisahan suatu materi menjadi partikel-partikel.
Fungsinya yaitu untuk menetapkan berapa banyak unsur atau zat yang ada dalam
senyawa campuran. Jika zat yang dianalisa tersebu tmenyusun lebih dari sekitar 1%
dari sampel maka analisis ini dianggap konstituen utama zat itu. Hal itu dapat
dikatakan konstituen minor suatu zat jumlah berkisar 0,01% sampai 1% dari
sampel terakhir, serta apabila dikatakan konstituen trace jika suatu zat ada
yang kurang dari 0,01% (Irfan, 2000 ).
Titrasi
Titrasi asam – basa adalah titrasi dimana reaksi
antara titrat dan titrannya merupakan reaksi asam – basa. Alkalimetri adalah
penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan standar senyawa basa.
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode kimia
analisa kuantitatif yang didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa.
Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu
larutan secara analisa volumetri. Titik akhir dari titrasi ini mudah dilihat
dengan penambahan indikator yang sesuai. Percobaan ini dilakukan untuk
menentukan kadar asam Cuka (CH3COOH) dengan titrasi Asidi-Alkalimetri. Sampai
pH asam cuka berubah menjadi larutan basa, untuk ditentukan kadarnya.
Salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan
alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk
karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu
asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis
garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar
(alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk
air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J, 1994).
Asam
asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang
dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki
rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH,
CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah
cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
TUJUAN
Praktikan mampu menetapkan kadar CH3COOH (asam asetat) dan asam cuka (HCl)
menggunakan prinsip reaksi asam-basa.
Alat dan Bahan
Alat :
Neraca teknis dan analitik
Gelas arloji 1 buah
Pipet volum5 dan 10 ml 1 buah
Buret 25 ml 1 buah
Statif dan klem 1 buah
Corong gelas 2 buah (besar dan kecil)
Labu takar
Propipet 1 buah
Beker glass 200ml 1 buah
Pipet tetes 1 buah
Botol semprot 1 buah
Erlenmeyer 250 ml 3 buah
Bahan :
Aquades secukupnya
Sampel CH3COOH (asam asetat)
H2C2O4.2H2O (asam oksalat)
Sampel asam cuka
NaOH (natrium hidroksida)
Indicator PP (phenol phtalein) 1%
Prosedur kerja : Standarisasi larutan NaOH
Adapun cara membuat larutan NaOH 0,1 N dengan cara : menimbang 1 gr NaOH dan
larutkan dengan aquadest dalam beacker glass (diaduk-aduk sampai homogen).
Larutan kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 250 ml, tambahkan aquades sampai
batas dan dikocok sampai homogen.
Larutan NaOH 0,1 N tersebut dimasukan ke dalam buret 25 ml sampai titik nol. Sampel
Memipet sebanyak 10 ml sampel, masukan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan indicator
PP 1 % sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan
warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
ulangi sebanyak 3 kali.
Mencatat informasi yang di dapat.
Reaksi yang Terjadi CH3COOH + NaOH ----> CH3COONa + H2O
Perhitungan kadar Asam asetat: Kadar asam asetat = ml x N NaOH~60,05 x pengenceran x
100% / ml sampel x 1000
DAFTAR PUSTAKA
Day,RA.,Uderwood A.L…1980.analisa kimia kuntitatif edisi keempat. erlangga:
Jakarta.
Sya’bani,M.W.2009.Buku Petunjuk Pratikum Kimia Analisis. Akademi Teknoloi
Kulit: Yogyakarta.
Titrasi.www.google.com diakses tanggal 13 maret 2010
Pada dasarnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu :
a.Aditif sengaja, yaitu aditif
yang diberikan dengan sengaja dengan maksud tertentu, misalnya untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan,
memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya.
b.Aditif tidak sengaja, yaitu
aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat
dari proses pengolahan.
Berdasarkan fungsinya bahan tambahan makanan
dapat digolongkan antara lain antioksidan, pengatur keasaman, pemanis buatan,
pemutih dan pematang, pengawet, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, pewarna
dan lain-lain (Winarno, 1984).
Zat pengawet ialah bahan kimia yang berfungsi untuk membantu,
mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk, baik bakteri, ragi
maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan proses pembusukan,
fermentasi, pengasaman atau kerusakan komponen lain dari bahan makanan.
Aktifitas-aktifitas zatpengawet tidak
sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, ragi atau kapang. Zat
pengawet terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik (Winarno, 1983).
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai
daripada zat pengawet anorganik karena bahan ini mudah didapat. Bahan organik ini
digunakan dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Bahan pengawet yang
sering digunakan ialah asam asetat, asam benzoat, asam propionat, asam sorbat
dan senyawa epoksida. Sedangkan zat pengawet anorganik yang sering digunakan
adalah sulfit, nitrit dan nitrat (Buckle, 1987). Salah satu
bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan adalah asam benzoat (C6H5COOH).
asam benzoat
Syarat-syarat bahan pengawet diantaranya adalah harus bekerja
menghambat dan mematikan mikroorganisme, tidak boleh merangsang rasa dan bau,
stabil secara fisika dan kimia, dapat bekerja lama, tidak boleh mengurangi
khasiat makanan, mudah didapat, bersifat efektif dalam jumlah kecil dan tidak
boleh terurai dalam tubuh menjadi zat-zat yang lebih toksis daripada bahan
pengawet murni.
Setiap negara mempunyai peraturan masing-masing mengenai pemakaian zat
pengawet pada makanan, minuman dan obat-obatan yang tujuannya melindungi produk
dari hal-hal negatif yang dapat timbul dari pemakaian zat pengawet. Saat ini
aturan zat pengawet di Indonesia diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72/Menkes/Per/IX/88 Tahun 1988 tentang bahan tambahan
makanan (Depkes RI, 1995).
Kromatografi lapis tipis digunakan secara luas
untuk analisa kualitatif atau pemisahan campuran dalam jumlah yang kecil.
Analisa ini bekerja berdasarkan pada distribusi fasa cair-padat. Sebagai fasa
padat berupa lapisan tipis bubur alumina atau silica gel yang menempel pada
permukaan selembar lempeng kaca, sedangkan sebagai fasa cairnya adalah eluen
yang digunakan untuk membawa zat yang diperiksa bergerak melalui fasa padat.
ANALISIS BAHAN PENGAWET MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk
teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu suatu
fase tetap (stationary) dan yang lain fase bergerak (mobile);
pemisahanpemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini
(Sastrohamidjojo, 1991). Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatogafi
lapis tipis (KLT) adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium
farmasi (Stahl, 1985). Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk
memisahkan berbagai senyawa seperti ion-ion anorganik, kompleks senyawa-senyawa
organik dengan anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di
alam dansenyawa-senyawa organik sintetik. KLT merupakan kromatografi adsorbsi
dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorbsi dan
adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum
dipakai ialah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oxyde), kieselguhr (diatomeus
earth) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut yang paling banyak dipakai
ialah silika gel karena hampir semua senyawa zat dapat dipisahkan oleh jenis
adsorben ini (Tabel 6) dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai
nama perdagangan bermacam-macam (Adnan, 1997). Silika gel yang digunakan
kebanyakan diberi pengikat (binder) yang dimaksud untuk memberikan kekuatan
pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Sifat-sifat umum dari
penyerap-penyerap untuk kromatografi lapisan tipis adalah mirip dengan
sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat yang penting dari penyerap
adalah besar partikel dan homogenitasnya, arena adhesi terhadap penyokong sangat
bergantung pada mereka (Sastrohamidjojo, 1991).
Fase
gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena
ada gaya kapiler (Stahl, 1985). Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih
dengan tepat, bercak cuplikan awal dipisahkan menjadi sederet bercak,
masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran
(Gritter, dkk, 1991). Memang agak sukar untuk menentukan sistem pelarut yang
cocok untuk pengembangan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas
prinsip like dissolves like, tetapi akan lebih cepat dengan mengambil
pengalaman para peneliti, yaitu dengan dasar pustaka yang sudah ada (Adnan,
1997). Perbedaan migrasi merupakan dasar pemisahan kromatografi, tanpa
perbedaan dalam kecepatan migrasi dari 2 senyawa, tidak mungkin terjadi
pemisahan (Sudjadi, 1986). Terdapat
berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa dan warna pada kromatogram. Deteksi
paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV
gelombang pendek (radiasi utama pada kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu
dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang
panjang (365 nm) (Stahl, 1985). Identifikasi
dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan
dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk
identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis
kurang tepat bila dibandingkan pada kromatografi kertas. Seperti halnya pada
kromatografi kertas harga Rf didefinisikan sebagai
berikut:
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan
dengan harga-harga standar (Sastrohamidjojo, 1991).
DAFTAR PUSTAKA
1.Elidahanum Husni et al.2007.Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap Saji Sosis.
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi : Padang