Zat Pewarna
Menurut
Winarno
(1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan
yang
dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama
proses
pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna
agar
kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988,
zat
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member
warna
pada makanan.
contoh bahan pewarna |
Berdasarkan
sumbernya
zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan
pewarna buatan.
1. Pewarna alami
pewarna alami dari sayur |
pewarna dari bahan alami |
Pada pewarna alami zat
warna yang
diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel,
coklat,
daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis
pewarna
alami tersebut antara lain :
a. Klorofil, yaitu zat
warna alami
hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna
hijau
daun.
b. Mioglobulin dan
hemoglobin, yaitu
zat warna merah pada daging.
c. Karotenoid, yaitu
kelompok pigmen
yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid,
berasal
dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel.
d. Anthosiamin dan
anthoxanthim.
Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada
bunga,
buah-buahan dan sayur-sayuran.
2. Pewarna Buatan
contoh pewarna buatan |
Di
Negara maju,
suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian asam sulfat
atau
asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain
yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai
produk
akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan
seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa
baru yang
berbahaya (Cahyadi, 2006).
Namun
sering
sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan
pangan,
misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan.
Bahan
tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap
kesehatan
seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B.
Jenis-jenis
makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini
antara lain
sirup, saus, bakpau, kue
basah,
pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan
(Yuliarti,2007).
Timbulnya
penyalahgunaan
bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat
mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat
pewarna
untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk
pangan
(Seto,2001).
D. METODE
Metode yang digunakan dalam
praktikum ini adalah metode Colorimetri.
Prosedur yang dilakukan sebagai
berikut :
a. Alat :
1. Gelas kimia
2. Pipet ukur + filler
3. Kruistang
4. Pinset
b. Bahan :
1. Bulu Domba
2. Sampel Pewarna
3. Larutan NH4OH
10 %
4. Larutan KHSO4 10
%
5. Kertas Lakmus
c. Cara Kerja :
1. Sampel pewarna pada
makanan
diambil sebanyak 50 ml dan dimasukkan kedalam gelas kimia,
2. Sampel ditambah 0,5 ml
Larutan
KHSO4 10 % sampai asam (cek dengan lakmus biru),
3. Larutan dipanaskan
sampai
mendidih,
4. Apabila telah mendidih
bulu domba
sebanyak 2 buah dimasukkan ke dalam larutan, dan pendidihan dilanjutkan
selama
10 menit,
5. Setelah 10 menit, bulu
domba
diangkat dari larutan dan dicuci sampai bersih
6. Bulu domba yang telah
dicuci
dibagi dua bagian. Satu bagian ditetesi dengan larutan NH4OH
10 %
sebanyak 2 ml sampai menjadi basa (cek dengan lakmus merah), satu bagian
lagi
sebagai kontrol.
7. Amati perubahan warna
yang
terjadi. Apabila lebih keruh dari kontrol maka pewarna tersebut adalah
alami,
namun apabila lebih terang dari kontrol pewarna tersebut adalah
sintetis.
E. HASIL
Hasil
dari
pemeriksaan pewarna pada makanan yaitu warna bulu domba yang ditambah
dengan
larutan NH4OH lebih gelap/keruh dibanding kontrol (bulu domba
yang
tidak diberi perlakuan). Hal tersebut menunjukkan bahwa pewarna makanan
yang
diperiksa merupakan pewarna alami.
F. PEMBAHASAN
Penentuan
mutu
dan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor
diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; diamping itu
ada
faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum ada
faktor-faktor
lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan
kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak,
dan
teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang
tidak
sedap dipandang atau member kesan menyimpang dari warna yang
seharusnnya.
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan
sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara
pencampuran
atau cra pengolahan ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata
(Winarno,1995).
Di
indonesia
tata cara atau undang- undang zat pewarna makanan belum ada. Sehingga
cenderung
terjadi penyalahgunaan dalamakaian zat pewarna. Misalnya, sering
digunakan zat
pewarna tanpa mencantumkan label dan merek. Sirup dengan warna yang
mencolok
dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna
kulit.
Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat
pewarna
tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan
ginjal.
Oleh sebab itu, sedapat mungkin hindari
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat warna sintetik. Untuk
mencegah
terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan zat warna alami misalnya
daun
suji (pewarna hijau) atau zat sintetik yang dibeli di apotek/di toko
tertentu
yang telah disahkan oleh Depkes. RI.
Untuk
mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Colorimetri dengan menggunakan Indikator
kertas
Lakmus. Bahan yang digunakan yaitu bulu domba, karena bulu domba sangat
mudah
menyerap kandungan zat pewarna saat pendidihan. Dari pemeriksaan
diperoleh data
bahwa pewarna yang diperiksa mengandung pewarna alami.
Pemakaian
zat
pewarna pada makanan mempunyai aturan tersendiri yang diatur pada
Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor : 01415/b/sk/iv/91
tentang
tanda khusus pewarna makanan. LPPOM MUI menyatakan, penggunaan pewarna
sintetis
yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun
penggunaan
bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat
menjurus
kepada bahan yang haram atau subhat (tak jelas kehalalannya). Meski
demikian,
pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan
efek
negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan bahan tambahan
seperti
pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal.
G.KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh dari
pemeriksaan pewarna pada makan yaitu pewarna makanan yang kami amati
merupakan
pewarna alami yang memiliki resiko rendah bagi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Bahan Aktif
Makanan
Dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia. http://www.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 26 Desember 2010.
Azwar, A. 1995. Pengantar
Ilmu
Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Baliwati, dkk. 2004. Pengantar
Pangan
dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Cahyadi,W. 2006. Analisis
dan
Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Dirjen Pengawasan Obat dan
Makanan. Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Tanda Khusus
Pewarna
Makanan. http://www.pom.go.id. Diakses pada tanggal 26
Desember
2010.
Hardiansyah,dkk. 2001. Pengendalian
Mutu
dan Keamanan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Moehji, S. 1992. Penyelenggaraan
Makanan
Institusi dan Jasa Boga. Bhratara, Jakarta.
1 komentar:
According to Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason women in this country live 10 years more and weigh on average 19 kilos lighter than us.
(Just so you know, it is not about genetics or some secret diet and really, EVERYTHING around "HOW" they are eating.)
BTW, What I said is "HOW", not "what"...
Click on this link to uncover if this little questionnaire can help you discover your true weight loss potential
Posting Komentar