Sabtu, 20 Oktober 2012

ANALISIS PEWARNA METODE KROMATOGRAFI

Zat Pewarna
Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan.
contoh bahan pewarna

Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan.

1. Pewarna alami
pewarna alami dari sayur

pewarna dari bahan alami

Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain :
a. Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
b. Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
c. Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel.
d. Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.

2. Pewarna Buatan
contoh pewarna buatan

Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001).

D. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode Colorimetri. 

Prosedur yang dilakukan sebagai berikut :
a. Alat :
1. Gelas kimia
2. Pipet ukur + filler
3. Kruistang
4. Pinset
b. Bahan :
1. Bulu Domba
2. Sampel Pewarna
3. Larutan NH4OH 10 %
4. Larutan KHSO4 10 %
5. Kertas Lakmus

c. Cara Kerja :

1. Sampel pewarna pada makanan diambil sebanyak 50 ml dan dimasukkan kedalam gelas kimia,
2. Sampel ditambah 0,5 ml Larutan KHSO4 10 % sampai asam (cek dengan lakmus biru),
3. Larutan dipanaskan sampai mendidih,
4. Apabila telah mendidih bulu domba sebanyak 2 buah dimasukkan ke dalam larutan, dan pendidihan dilanjutkan selama 10 menit,
5. Setelah 10 menit, bulu domba diangkat dari larutan dan dicuci sampai bersih
6. Bulu domba yang telah dicuci dibagi dua bagian. Satu bagian ditetesi dengan larutan NH4OH 10 % sebanyak 2 ml sampai menjadi basa (cek dengan lakmus merah), satu bagian lagi sebagai kontrol.
7. Amati perubahan warna yang terjadi. Apabila lebih keruh dari kontrol maka pewarna tersebut adalah alami, namun apabila lebih terang dari kontrol pewarna tersebut adalah sintetis.
E. HASIL
Hasil dari pemeriksaan pewarna pada makanan yaitu warna bulu domba yang ditambah dengan larutan NH4OH lebih gelap/keruh dibanding kontrol (bulu domba yang tidak diberi perlakuan). Hal tersebut menunjukkan bahwa pewarna makanan yang diperiksa merupakan pewarna alami.
F. PEMBAHASAN
Penentuan mutu dan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; diamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum ada faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member kesan menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cra pengolahan ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Winarno,1995).
Di indonesia tata cara atau undang- undang zat pewarna makanan belum ada. Sehingga cenderung terjadi penyalahgunaan dalamakaian zat pewarna. Misalnya, sering digunakan zat pewarna tanpa mencantumkan label dan merek. Sirup dengan warna yang mencolok dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit. Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal.  Oleh sebab itu, sedapat mungkin hindari mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat warna sintetik. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan zat warna alami misalnya daun suji (pewarna hijau) atau zat sintetik yang dibeli di apotek/di toko tertentu yang telah disahkan oleh Depkes. RI.
Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Colorimetri dengan menggunakan Indikator kertas Lakmus. Bahan yang digunakan yaitu bulu domba, karena bulu domba sangat mudah menyerap kandungan zat pewarna saat pendidihan. Dari pemeriksaan diperoleh data bahwa pewarna yang diperiksa mengandung pewarna alami.
Pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai aturan tersendiri yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor : 01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan. LPPOM MUI menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat (tak jelas kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal.
G.KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan pewarna pada makan yaitu pewarna makanan yang kami amati merupakan pewarna alami yang memiliki resiko rendah bagi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Bahan Aktif Makanan Dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia. http://www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 26 Desember 2010.
Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Cahyadi,W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Tanda Khusus Pewarna Makanan. http://www.pom.go.id. Diakses pada tanggal 26 Desember 2010.
Hardiansyah,dkk. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Moehji, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara, Jakarta.

1 komentar:

Blogger mengatakan...

According to Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason women in this country live 10 years more and weigh on average 19 kilos lighter than us.

(Just so you know, it is not about genetics or some secret diet and really, EVERYTHING around "HOW" they are eating.)

BTW, What I said is "HOW", not "what"...

Click on this link to uncover if this little questionnaire can help you discover your true weight loss potential

Posting Komentar